Monday, July 19, 2010

Cerita Seorang Ayah

Selama 52 tahun ayahku bangun setiap pukul 5.30 pergi kerja dan pulang jam 17.30. Aku tidak pernah melihatnya tidur siang, ataupun hobi dan aktifitas lain, selain mengurus dan menghidupi keluarga.




Ia tidak pernah meminta bantuan apa apa padaku, kecuali sekedar memegang martil saat membetulkan sesuatu, itu caranya untuk berkomunikasi denganku.

Pada waktu aku berumur 22 tahun aku sekolah keluar kota, sampai aku berkeluarga dan ayah menelpon setiap hari. Beliau selalu menunjukan perhatiannya pada keluargaku tanpa pernah sedikitpun mengeluh masalah yang dihadapinya. Tapi aku terlalu sibuk karena sebagai pengacara sampai tak punya waktu bercakap dengan dia.

Waktu aku membeli rumah pertamaku, beliau sibuk membantu mengecat & merapikan taman tanpa meminta apa pun, kecuali segelas es teh untuk kesempatan berbincang dengan ku. Tapi waktu itu kami sekeluarga mau liburan akhir pekan sehingga tidak sempat banyak bicara dengan ayah.

Dua hari yang lalu dapat kabar dari RS pukul 4 ayah dirawat karena pembengkakan pembuluh darah. Aku segera cari pesawat untuk terbang ke kotanya, di sepanjang jalan teringat semua kenangan akan ayah. Termasuk waktu yang aku sia-siakan untuk berbicang dengannya.

Aku baru sadar bahwa aku sungguh sungguh tidak mengenal ayahku dengan baik, aku bersumpah sampai di RS saya akan menghabiskan semua waktu bersama ayah.

Aku tiba jam 1 dini hari, ayah sudah pergi 3 jam yang lalu. Kali ini ayah yang tak punya waktu untuk berbincang, bahkan untuk menungguku.

Sejak itu aku belajar banyak, beliau tidak pernah meminta apa apa kecuali waktuku.


Renungan:

# Kita dapat melihat prioritas hidup seseorang, dengan melihat bagaimana mereka menghabiskan waktunya. 
#   Kita bisa mencari lebih banyak uang, tapi tidak bisa lebih banyak waktu.
  Hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada seseorang adalah waktu kita. Karena dengan memberi waktu, kita telah memberi bagian dari hidup kita yang tidak dapat kita tarik kembali maupun kita putar ulang.
***

Sumber: http://ceriwis.us/showthread.php?t=22878 

5 Comments:

oempak said...

kasih sayang orangtua tidak mengenal pamrih, mereka senantiasa membesarkan kita dengan tidak berharap untuk dibalas, mereka iklhas, sampai saat ini jg saya belum merasa sudah membahagiakan orangtua saya.

Oia kawan, menjawab pertanyaan di komentar, klo saya membalas kunjungan yg pertama saya cari chatbox na dl

Inspire said...

termenung baca komentarnya, saya juga sob :(

Sali Monel said...

perjuangan ayahku juga hebat banget buat keluarga... salutttt :(

lina@happy family said...

Bapak saya juga seorang sosok teladan bagi kami anak2nya...

Nahar said...

apakah itu berlaku kepada saya juga ya? :|

Post a Comment

Thank you for reading the article on our blog. Please give comments, feedback or criticism you in the comment box below. Your comment really means for the advancement of our blog. So, give the comment wisely and constructively.

 
© Copyright 2009-2012 Inspire Blog. Powered by Blogger WP by Masterplan